Laman

Rabu, 16 Maret 2011

Kisah Asmara

Dia Memang Kembali, Tapi ... PDF Print E-mail
Minggu, 13 Maret 2011 09:23


Lonely_RoseAku tak tahu, harus bersedih ataukah justru bahagia dengan semua ini. Suamiku yang sekian lama menghilang dari kehidupanku dan anak-anakku lantaran lebih memilih tinggal serumah dalam ikatan siri dengan perempuan lain, akhirnya kembali .. Meski hanya dalam wujud raga yang telah membeku ...

Sungguh situasi yang sulit ditebak. Hanya Allahlah yang tahu rahasia perjalanan hidup ini.Pun ketika aku, WI, dipertemukan dengan suamiku DO, seorang guru es em pe negeri di kotaku S, lima belas tahun lalu. Pertemuan yang manis, indah, penuh cinta, hingga akhirnya mengantarkan kami pada sebuah pernikahan sakral. Kelahiran anak-anak kami, pertama laki-laki yang disusul dengan dua adik perempuan, melengkapi kebahagiaan kami saat itu.

Prahara itu datang di usia anak pertama kami menjelang 11 tahun. Sikap DO tiba-tiba berubah drastis. Wajahnya yang dulu selalu berseri-seri jadi selalu tampak murung, seperti selalu dilanda kebingungan. Bahkan seringkali gelagapan setiap kali kubertanya tentang perubahan sikapnya itu. Aku sangat mengenal suamiku. Meski pendiam, penyayang, dan penyabar, tapi dia paling tidak bisa memendam masalah. Apapun masalahnya, biasanya diutarakan padaku. Kalau sampai dia sulit mengungkapkannya, pasti masalah yang sedang dia hadapi sangat pelik. Tapi masalah apa?

Hingga beberapa hari kemudian .. aku baru dapatkan kebenaran itu. Itupun datang dari salah satu rekan sejawat DO yang rupanya bersimpati denganku. Kabar itu adalah: DO terlibat cinta terlarang dengan RA, rekan sesama gurunya di sekolah yang berbeda. Aku mengenal RA, bu guru kesenian itu memang cantik, ramah, orang jawa bilang sangat supel dan ethes (lincah). Aku bahkan ikut hadir di pernikahannya dengan suaminya DI beberapa tahun yang lalu. Seringkali juga aku mendengar gossip yang menyebutkan pernikahan RA dan DI kurang harmonis karena DI menderita satu penyakit yang menyebabkan RA sulit mendapatkan keturunan. Tapi, sungguh aku tak menyangka bila kekurangharmonisan perkawinan RA dan DI itu akan berimbas pada kehidupan keluarga kami. Akan berpengaruh pada runtuhnya mahligai rumah tangga yang telah kubangun selama bertahun-tahun dengan DO.

Dan .. DO hanya tertunduk pasrah ketika kucerca dengan pertanyaan tentang kebenaran berita itu. Dia tak berani menatap binar api cemburu, amarah, dan emosi di mataku. Hanya saja, satu hal yang tak pernah aku bayangkan, bila kemudian DO malah mengungkapkan keinginannya untuk bercerai denganku dan mengatakan sudah menikah siri dengan RA! Seperti disambar petir, seperti langit yang runtuh menimpa tubuhku, seperti hempasan badai yang menerjangku ganas lalu melemparkan aku ke hamparan pasir dan batu ...begitu sakit!! Apa salahku? Duh Tuhan ...begitu dahsyatnya cobaan ini ...

Tapi yang jelas, aku tak akan menyerah. Aku akan bertahan semampuku untuk mempertahankan puing-puing rumahtangga ini, meski sulit. Aku menolak keinginannya untuk pisah, apalagi bercerai.Harus kuakui, dibalik rasa marah, benci, dan kecewa ini, aku masih punya perasaan cinta dan sayang yang mendalam dan juga perasaan sangat takut kehilangan DO. Aku memang perempuan rapuh, seringkali berfikir apa jadinya aku tanpa DO ..

Begitulah, aku tetap bertahan dengan pendirianku, tidak mau diceraikan DO. Karena kesal, akhirnya DO memilih meninggalkan rumah dan hidup bersama dengan istri sirinya RA yang ternyata sudah bercerai dengan suaminya.Cinta itu benar-benar telah membutakan kedua insan yang tengah dilanda asmara itu. Bahkan, sanksi sosial masyarakat sekitar yang memandang sinis hubungan halal-menyakitkan itu, tak lagi mereka pedulikan.DO dan RA pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain hanya untuk mencari komunitas yang agak 'aman' dari hujatan. Keduanya tak berani meninggalkan kota kami karena masih sama-sama memiliki tanggungjawab sebagai guru (PNS), yang nota benenya juga adalah sumber penghasilan mereka.

Yang lebih menyakitkan, DO juga sudah tak lagi mempedulikan aku dan anak-anak. Jangankan memberikan uang, menanyakan kabar anak-anak saja, tak lagi Do lakukan. Padahal, dulu .. DO adalah ayah yang baik, sangat dekat, penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Aku hanya kasihan dengan anak-anak, terutama yang sulung, yang seringkali malu dan minder karena perilaku ayahnya yang senantiasa menjadi gunjingan masyarakat sekitar. Apalagi selama itu juga dia menunggak uang SPP berbulan-bulan. Tak jauh berbeda dengan kondisi kedua adiknya.

Terus terang, aku tak tahu ..tak siap dengan apa yang harus kulakukan. Karena selama ini aku menggantungkan kehidupanku hanya pada DO. Praktis dengan mandeknya jatah bulanan dari DO, mandek pula roda ekonomi keluarga kami. Dengan kondisi seperti itu, otak dan fikirankupun tak kan mungkin bisa berfikir jernih. Untung ada seorang kerabat yang kemudian menawariku untuk menjadi asistennya di sebuah salon, sehingga sedikitnya bisa untuk menutup biaya makan aku dan anak-anak, tak lebih. Untuk biaya lain-lain, aku berhutang sana-sini yang selama tiga tahun berjalan, total nilainya mencapai Rp 15 juta. Sungguh berat ..

Memang berat, bahkan sangat berat. Namun keberadaan anak-anakku, support dari orang-orang terdekatku, membuatku terus bertahan dan bersabar menahan semua perih dan pedih ini. Aku pun sudah mulai tidak peduli pada kabar tentang semua sepak terjang suamiku dan RA yang seringkali mampir di telingaku. Ada beberapa diantara sahabat yang menyarankan aku untuk bercerai saja demi harga diri, tapi kuabaikan. Terserah orang mau bilang apa, aku selalu percaya dengan kekuatan do'a.Setiap malam aku memohon petunjuk pada Tuhan, dan selalu saja jawabnya sama. Keyakinanku menyatakan, aku harus bersabar, setidaknya bersabar menunggu Tuhan akan memberikan keajaiban itu padaku, mengembalikan DO ke pelukanku dan anak-anakku.

Tapi jawaban Tuhan ternyata tidak seperti yang kuharapkan .. Empat bulan lalu, DO memang kembali lagi kepadaku, tapi dalam jasad yang telah terbujur kaku. Dari informasi yang kudapatkan, DO mendadak sakit jantung saat mengikuti konferensi guru di kota Y, nyawanya tidak tertolong saat dibawa ke rumah sakit. Aku benar-benar shock dan terpukul. Bukankah seharusnya aku tidak begini? Bukankah seharusnya aku tidak menangisi kepergiannya .. karena selama ini toh aku sudah menganggapnya tak ada .. Tapi itulah sebenar-benarnya kurasakan. Aku merasa sangat sedih dan terluka .. bahkan aku sempat menyesali beberapa kata-kata kurang pantas semacam sumpah yang dulu pernah kuucapkan saat aku emosi mendengar kisah percintaan yang menyakitkan antara DO dan RA kala itu.

Semua sudah terjadi. Meski selama beberapa tahun terakhir DO tinggal seatap dengan RA, namun karna aku adalah istri sah DO, jasad orang yang pernah dan tetap aku sayangi itupun dibawa pulang ke rumahku, rumah yang pernah kami bangun dengan cinta. Begitu juga dana taspen dan pensiun, aku yang terima. Sekitar Rp 30 juta aku terima, Rp 15 juta diantaranya, langsung aku pergunakan untuk menutup hutang-hutangku. Sementara dana pensiun rutin bulanan untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidup dan pendidikan anak-anakku, sisa yang Rp 15 juta kugunakan untuk membeli dua unit komputer dan membuka usaha warnet di rumah. Jujur dari hatiku yang paling dalam, sebenarnya bukan itu yang kucari. Seandainya aku boleh memohon dan memilih, aku akan lebih memilih suamiku hidup dan kembali kepada kami, utuh seperti dulu, dan tidak berakhir seperti ini. Tuhan .. inilah rahasia-Mu yang tak mungkin kami ketahui.

Begitulah kisahku. Semoga bisa diambil hikmah dan manfaatnya bagi pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar